rollertext("Life is like a roller coaster ride. Hang on tight!") rollertext

Monday, 23 November 2009

SUMBER ENERGI DAN SOLUSI ISLAMI

Minggu, 22 November 2009 | 05:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam mengatasi krisis listrik, PT Pertamina (Persero) menjamin pasokan bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik milik PLN tidak telat. Pasokan juga dipastikan lancar karena kuota bahan bakar minyak untuk PLN tahun 2009 belum terlampaui.

Sekretaris Perusahaan PT Pertamina (Persero) Toharso, di Jakarta, Sabtu (21/11), mengatakan, kuota bahan bakar minyak (BBM) untuk PLN tahun ini ditetapkan 7,9 juta kiloliter. Hingga saat ini, BBM yang sudah disalurkan 6,5 juta kiloliter.

”Kami memastikan pasokan BBM dari Pertamina akan sesuai dengan kebutuhan PLN. Apalagi, kuota BBM untuk tahun 2009 belum habis. Selain itu, keterlambatan pasokan BBM ke PLN tidak akan terjadi. Kami terus berkomunikasi sehingga setiap kali ada kebutuhan bisa langsung terpenuhi,” ucap Toharso.

Ia memperkirakan, sisa kuota BBM untuk PLN masih memadai hingga akhir tahun. Kalaupun ada tambahan kuota, Pertamina akan menyiapkan BBM sesuai dengan kebutuhan PLN.

Mengenai pembelian BBM dengan jeriken di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, Toharso mengatakan, Pertamina pada dasarnya melarang pembelian BBM dengan jeriken.

”Pembelian BBM dengan jeriken muncul karena pemadaman listrik sering dialami masyarakat. Sebagian warga butuh membeli BBM untuk mengoperasikan genset,” katanya.

Toharso menjelaskan, pelarangan membeli BBM dengan jeriken dimaksudkan untuk mencegah BBM dijual kembali atau dipakai untuk kebutuhan industri. Pertamina sulit melarang pembelian BBM sebanyak 1-5 liter menggunakan jeriken.

Sementara pembelian BBM untuk genset industri seperti hotel, Toharso mempersilakan pengusaha membeli BBM langsung ke Pertamina. ”BBM dalam jumlah besar bisa dibeli dengan harga industri,” ujarnya.

Ganggu KRL

Secara terpisah, Kepala Daerah Operasi I PT Kereta Api Mulianta Sinulingga mengatakan, defisit listrik saat ini telah mengganggu operasional kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek sejak dua bulan lalu.

”Biasanya, ada sekitar 400 perjalanan KRL Jabodetabek setiap hari. Sekarang hanya 250-300 KRL yang bisa jalan karena defisit listrik,” katanya.

Pengurangan perjalanan ini dilakukan karena listrik yang tersedia sangat terbatas. Jika KRL dioperasikan seperti kondisi normal, Mulianta khawatir akan ada KRL yang mogok di perjalanan karena kurang listrik.

Solusi Dalam Kelangkaan Energi

Untuk secepatnya mengatasi kekurangan suplai BBM ini yang harus dilakukan
adalah :
1.Kuota untuk BBM yang telah di tetapkan dalam APBN-P harus dicabut dan
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
2.Mengurangi penjualan minyak ke luar negeri untuk diprioritaskan dalam
memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri.
3.Melakukan pemberantasan korupsi di Pertamina dan menggunakan keuntungannya
untuk mendukung penyediaan BBM di dalam negeri.
4.Mengembalikan kontrol negara melalui Pertamina terhadap produksi, pembelian,
penjualan, distribusi dan pembagian hasil produksi minyak.
5.Mengerahkan dengan segera segala kemampuan financial Pemerintah untuk
melakukan pembelian BBM. Jika diperlukan untuk mengatasi kekuarangan anggaran Pemerintah harus menyatakan moratorium sepihak dalam pembayaran hutang luar negeri.
6.Sebagai langkah penghematan pemakaian mobil pribadi harus digilir, misalnya
dalam minggu ini mobil berplat nomor ganjil yang boleh dipergunakan dan minggu berikutnya mobil berplat genap.Kebijakan ini harus diberlakukan secara nasional.
7.Kontrak pembagian hasil produksi migas harus lah lebih menguntungkan rakyat
Indonesia, sehingga bisa mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri, baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun cadangan jangka panjang.
8.Melakukan pembatasan kebutuhan minyak dalam negeri dengan mengurangi jumlah
import mobil pribadi.

Untuk jangka panjang Pemerintah harus merumuskan program yang kongkrit untuk
mengamankan kebutuhan migas di dalam negeri, dengan :
1.Melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan yang melakukan eksploitasi dan
pengolahan minyak sehingga bisa dikontrol produksi dan distribusinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didalam negeri.
2.Kontrak pembagian hasil produksi migas haruslah lebih menguntungkan rakyat
Indonesia, sehingga masih bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri.
3.Dilakukan transfer tekhnologi oleh tenaga produktif dalam negeri agar ada
kemandirian dalam mensuplai kebutuhan migas di dalam negeri.
4.Melakukan pembatasan kebutuhan minyak dalam negeri dengan mengurangi jumlah
import mobil pribadi.
5.Melakukan riset dan pembangunan pengembangan energi alternatif seperti tenaga
surya, angin, maupun penggunaan sumber energi lain.

Solusi Islam

Dalam pandangan Islam, sumberdaya energi termasuk minyak bumi termasuk
dalam kepemilikan umum. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw.:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِيْ ثَلاَثَةٍ فِيْ الْمَاءِ وَالْكَلاَءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air,
padang rumput dan api. (HR Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah).

'Illat kepemilikan umum dari hadis tersebut adalah jumlah yang besar
(sesuatu yang bersifat bagaikan air yang mengalir). Dalam hal ini,
Rasulullah saw. bersabda:

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اسْتَقْطَعَهُ المِْلْحَ فَقَطَعَهُ فَلَمَّا وَلَّى قَاَل رَجُلٌ
أَتَدْرِيْ مَا أَقْطَعْتَهُ لَهُ؟ إِنَّمَا أَقْطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ
الْعِدَّ. قَالَ: فَرَجَعَهُ مِنْهُ

Ia datang kepada Rasulullah saw. meminta (tambang) garam. Beliau lalu
memberikannya. Setelah ia pergi ada seorang laki-laki yang bertanya
kepada beliau, "Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan
kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan
air mengalir." Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah saw. pun menarik
kembali tambang itu darinya." (HR Abu Dawud).

Berdasarkan kedua hadis ini, sumberdaya energi termasuk dalam
kepemilikan umum karena dua aspek, yaitu termasuk dalam kata api serta
tersedia dalam jumlah besar. Karena sumberdaya energi (minyak bumi,
gas alam, batubara, sumberdaya nuklir, geotermal, hidropower, energi
kelautan termasuk dalam kepemilikan umum maka aktivitas pertambangan
sumberdaya energi harus merupakan industri milik umum.

Kepemilikan terhadap industri meliputi kepemilikan atas: modal; alat
produksi; bahan baku; pengelolaan; hasil produksi. Dalam konsep Islam,
pemilik dari industri milik umum adalah umat (rakyat). Negara mewakili
rakyat dalam kepemilikan industri milik umum. Karena itu, pada
industri milik umum, negara sebagai wakil umat harus memiliki modal,
alat produksi, bahan baku, hasil produksi. Dengan demikian, industri
yang bergerak di sektor kepemilikan umum harus berupa BUMN (Badan
Usaha Milik Negara). Keterlibatan swasta dalam kepemilikan industri
milik umum tidak dibenarkan (haram) berdasarkan hadis (yang artinya):
Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali bagi Allah dan
Rasul-Nya. (HR Abu Dawud).

Industri milik swasta bisa dilibatkan dalam pengelolaan kepemilikan
umum hanya dalam konteks ijârah (kontrak kerja). Dalam hal ini, BUMN
yang menangani industri milik umum mengontrak industri swasta untuk
melakukan pekerjaan yang ditentukan dalam kontrak. Dalam kasus minyak
bumi sebagai contoh, Pertamina sebagai BUMN dapat mengontrak industri
swasta untuk melakukan pekerjaan pengeboran dan selanjutnya dibayar
untuk pekerjaan tersebut. Pihak swasta (termasuk asing) tidak bisa
memiliki hasil produksinya.

Pendanaan (modal) termasuk bagian dari kepemilikan. Karena itu,
pendanaan (investasi) swasta bagi industri sumberdaya energi baik
untuk ekplorasi maupun eksploitasi tidak dibenarkan. Pendanaan semua
industri milik umum (termasuk industri energi) secara integral
termasuk dalam anggaran negara (Baitul Mal dalam sistem Khilafah) dari
sektor kepemilikan umum. Semua penghasilan dari industri milik umum
langsung dimasukkan dalam Baitul Mal (anggaran negara).

Pertanyaan yang muncul adalah: "Sanggupkah anggaran negara memikul
semua beban keuangan bagi pendanaan industri milik umum (dalam kasus
ini pertambangan minyak) yang meliputi biaya modal, biaya operasional
(termasuk gaji) serta biaya dampak lingkungan untuk semua aktivitas
industri tersebut (produksi, distribusi, dan pengembangan atau
eksplorasi)?"

Jika pertanyaan ini dijawab berkaitan dengan sistem APBN Indonesia
sekarang maka jawabannya sudah pasti, yaitu tidak pernah akan sanggup.
Kemampuan pendanaan swasta dalam negeri pun tidak sanggup untuk
menanggung pendanaan sektor industri sumberdaya alam. Dengan demikian,
solusinya adalah mengundang investor swasta asing.

Akan tetapi, harus diperhatikan lebih dulu bagaimana struktur APBN
sekarang serta bagaimana struktur Baitul Mal dalam konsep Islam.
Sumber pendapatan negara dalam APBN sekarang sebagian besar berasal
dari pajak. Pendapatan negara dari eksploitasi sumberdaya alam tidak
lain merupakan pembagian (sharing) keuntungan negara dari berbagai
industri pertambangan. Dana belanja negara total sebesar Rp 751,2
triliun (contoh: APBN tahun 2007)12 dengan berbagai alokasinya hanya
menyisakan dana jauh dari cukup untuk melakukan pendanaan berbagai
industri pertambangan termasuk investasi negara pada sektor minyak
bumi.

Dalam sistem Islam, negara harus mendanai semua industri milik umum.
Tentunya ini memerlukan dana sangat besar. Namun, negara menerima
secara penuh semua penghasilan (revenue) dari industri-industri
tersebut, bukan sekadar sharing keuntungan. Jumlah ini tentunya juga
sangat besar. Sebagian industri milik umum yang menanggung beban
pemenuhan kebutuhan pokok umum masyarakat harus mengalami defisit
"cash flow", yaitu pengembalian dana ke anggaran negara (Baitul Mal)
lebih kecil daripada pendanaan negara untuk industri tersebut. Akan
tetapi, hal ini bisa ditutupi dari sektor industri milik umum lainnya
yang tidak menanggung beban pemenuhan kebutuhan pokok umum. Secara
keseluruhan, negara harus mengatur supaya pengelolaan keseluruhan
industri milik umum mampu menghasilkan "positif cash flow", yaitu
memberikan keuntungan bersih bagi anggaran negara. Keuntungan bersih
ini selanjutnya dapat digunakan untuk mendanai berbagai pemenuhan
kebutuhan pokok umum seperti pendidikan, pelayanan kesehatan dan
pembangunan sarana serta prasarana umum.

Berdasarkan uraian sebelumnya, cadangan minyak terbukti di Indonesia
hanya cukup untuk rentang waktu 18 tahun ke depan, sedangkan cadangan
minyak dengan data eksplorasi kurang lengkap (spekulatif) mampu
diproduksi hingga 180 tahun ke depan jika laju produksi diasumsikan
tetap sebesar 500 juta barel pertahun. Estimasi pertumbuhan kebutuhan
energi tentunya akan memperpendek rentang ini. Wallâhu a'lam bi
ash-shawâb. [Dr. Andang Widi Harto; Dosen Fakultas Teknik Nuklir UGM]

0 comments: