The Politics of Population Growth
Riset modern yang dilakukan pada struktur genetik jumlah penduduk menunjukkan bahwa 15000 tahun yang lalu, penduduk dunia adalah 15 juta (sama dengan jumlah penduduk Delhi, India, pada saat ini). Populasi penduduk saat Nabi Isa AS lebih dari 2000 tahun lalu kemudian bertambah menjadi 250 juta (jumlah yang kurang lebih sama dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini). Pada saat Revolusi Industri di abad 18, penduduk dunia telah meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 700 juta (dua kali lipat jumlah penduduk Amerika pada saat ini). Dalam dua abad, tingkat pertumbuhan populasi global dalam setahun adalah 6 % yakni mencapai 2,5 milyar pada tahun 1950. Dalam lima dekade tingkat pertumbuhan populasi global menjadi lebih dari dua kali lipatnya sebesar 18 % hingga mencapai 6 milyar pada abad ke 21. Walaupun tingkat pertumbuhan melambat, jika tidak ada becana alam secara demografi, maka populasi dunia akan mencapai 9 milyar pada tahun 2050. Populasi pada saat ini berkisar pada 6.7 milyar
Mitos Overpopulasi Dunia
Situasi atas mayoritas penduduk dunia saat ini adalah diliputi kemiskinan dan kesengsaraan. 3 milyar manusia di dunia hidup dengan pendapatan kurang dari dua dolar (atau lebih kurang dua puluh ribu) sehari. 1,3 milyar diantaranya tidak punya akses bagi air bersih; 3 milyar tidak punya akses untuk sanitasi dan 2 milyar tidak punya akses untuk listrik. Tingkat pertumbuhan pada abad yang lalu
disebut sebagai biang keladi yang menyebabkan keadaan dunia sekarang berada di tepi jurang malapetaka; argumen yang seringkali diutarakan adalah bahwa dunia kekurangan makanan untuk bisa menopang populasi yang demikian besar. Para pendukung overpopulasi mengklaim bahwa pertumbuhan populasi dunia yang besar inilah yang menyebabkan kemiskinan, kehancuran lingkungan dan ketimpangan sosial. Tidak mungkin terjadi pertumbuhan ekonomi pada Dunia Ketiga selama populasinya terus bertambah. Akibatnya, lembaga-lembaga internasional dan pemerintahan di dunia mengembangkan banyak program untuk mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk, yang semuanya diterapkan pada Dunia Ketiga.
PBB mensponsori konperensi pertama mengenai masalah ini pada tahun 1994 di Kairo untuk menganalisa masalah overpopulasi dan mengajukan sejumlah langkah untuk mengkontrolnya. Pada konperensi itu diperdebatkan sedemikian banyak pendekatan untuk mengkontrol fertilitas; seperti dipromosikannya penggunaan alat kontrasepsi, perkembangan ekonomi liberal dan diserukannya peningkatan status wanita. Dasar dari konperensi itu adalah suatu penerimaan atas anggapan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan kemorosotan ekonomi dan dilakukannya usaha-usaha untuk mengkontrol pertambahan penduduk di Dunia Ketiga terhambat oleh keyakinan agama yang mendorong dimilikinya keluarga yang besar dan kurangnya pendidikan bagi wanita.
Usaha-usaha semacam itu menyebabkan diterimanya pandangan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan efek-efek negatif seperti kemerosotan dan kemandegan ekonomi, kemiskinan global, kelaparan, kerusakan lingkungan dan ketidak stabilan politik. Filosofi semacam itu telah menjadi mesin pendorong bagi PBB dan Bank Dunia. Pertumbuhan penduduk adalah sebuah problem bagi Afrika, Amerika Latin dan Asia dan jika masalahnya mau terpecahkan maka Negara-negara itulah yang harus melaksanakannya. Dalam hal ini, korban yang telah sangat menderita malah dipersalahkan dengan riset empiris yang mendukung asumsi semacam itu.
Orang pertama yang menyokong pandangan semacam itu adalah Thomas Malthus pada tahun 1798, yang dalam tulisannya yang terkenal berjudul Essay on the Principle of Population, menyatakan bahwa kelangkaan barang akan menyebabkan masalah karena penduduk bertambah sesuai dengan deret ukur (2, 4, 8, 16, 32), sedangkan sumber-sumber daya seperti makanan bertambah sesuai dengan deret hitung (2, 4, 6, 8, 10). Akibatnya, tanpa dilakukan ‘pengecekan’ lebih dulu untuk mengkontrol fertilitas, populasi akan bertambah sehingga menghabiskan sumber daya dunia dan akhirnya menyebabkan kelaparan, hingga terjadi peperangan dan penyakit untuk menyeimbangkan sumber daya dan populasi.
Namun, tuduhan apapun terhadap overpopulasi harus dilihat dalam kaitanya dengan beberapa tindakan independen untuk mencek ketelitiannya yakni sesuatu yang terkait dengan pemakaian sumber daya. Sumber daya yang dikonsumsi yang menyebabkan ketidak seimbangan global adalah berhubungan dengan besarnya populasi.
Walaupun tidak ada konsensus mengenai kenapa Negara pertama di dunia yang menjadi Negara industri adalah Inggris, salah satu dari 8 faktor penyebab potensialnya adalah karena pertumbuhan penduduk.
Menyusul dilakukannya penyatuan dengan Skotlandia tahun 1707, penduduk Inggris saat itu adalah 6.5 juta; seabad kemudian jumlahnya naik menjadi 15 juta. Yang lebih penting lagi, sebagian besar pertumbuhan itu terjadi setelah tahun 1750 yang merupakan salah satu ledakan penduduk terbesar dalam sejarah Inggris. Pada tahun 1801, populasinya telah meningkat menjadi lebih dari 16 juta. Peningkatan ini adalah kritis, karena hal ini menaikkan jumlah tenaga buruh potensial dan konsumen atas komoditas. China dan India juga telah menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang besar adalah suatu hal yang baik, walaupun selama tahun 1960-an dan 1970-an kedua Negara menerapkan program-program pengurangan penduduk. Di bawah pengaruh Barat, kedua Negara itu mampu mengurangi besarnya jumlah penduduk tapi tidak mampu membatasinya dan pada saat yang sama, kedua Negara tadi menjadi raksasa ekonomi yang tumbuh di dunia, dimana hal ini bertentangan dengan pandangan overpopulasi yang menyatakan bahwa semakin banyak orang maka semakin banyak sumber daya yang habis.
Kapitalisme = Kemiskinan
Apabila semua asumsi mengenai efek-efek pertumbuhan penduduk diteliti lebih jauh, pertumbuhan penduduk tidak mungkin menyebabkan berbagai kesengsaraan di dunia pada saat ini dan apa yang menjadi jelas adalah bahwa ada agenda politik ketika menyatakan meningkatnya populasi global adalah penyebab bencana dunia yang potensial. Agenda ini dibuat untuk mengalihkan penyebab sebenarnya dari bencana itu yakni gaya hidup, pola hidup, gaya hidup konsumerisme, kemiskinan dan eksploitasi yang terang-terangan atas Dunia Ketiga agar Dunia Barat dapat hidup tanpa Dunia Ketiga.
Negara maju juga menghadapi serangkaian masalah yang rumit: Jepang, Rusia, Jerman, Swiss dan sebagian besar Eropa Timur mengalami kekurangan penduduk, dikarenakan pengurangan jumlah kelahiran secara besar-besaran. Sebagian wilayah dunia juga sedang mengalami kekurangan penduduk jika tidak ada imigrasi. Karena jumlah penduduk di Barat menurun secara relatif dibandingkan dengan bagian dunia lain, maka negara-negara ketiga itu akan punya alasan yang sah dikarenakan jumlah penduduknya untuk punya pengaruh lebih besar pada lembaga-lembaga internasional dan perwakilannya di badan-badan internasional. Isu overpopulasi adalah alat yang sangat berguna untuk menjelek-jelekkan Negara-negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar dan pada saat yang sama mengurangi resiko berkurangnya pengaruh Negara-negara maju di masa datang. Hal ini jelas terlihat ketika Turki bergabung dengan Uni Eropa, setelah bergabung dengan Uni Eropa itu, maka penduduk Turki yang hampir 70 juta jiwa itu akan memberikannya hak untuk menempatkan jumlah perwakilan kedua terbesar pada Parlemen Eropa. Terlebih lagi, proyeksi demografi menunjukkan bahwa jumlah penduduk akan melebihi jumlah Jerman menjelang tahun 2020. Keanggotaan Turki akan memiliki banyak konsekuensi pada arah Uni Eropa di masa datang termasuk pada isu rencana pemekarannya di masa datang.
Semua kesalahan ditimpakan pada Dunia Ketiga yakni pada masalah besarnya jumlah penduduk, padahal Negara-negara Barat mengkonsumsi 81% dari semua apa yang dihasilkan dunia, sedangkan Dunia Ketiga memiliki hampir sebagian besar sumber daya dan mineral yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang di dunia. Dunia Ketiga hanya mengkonsumsi 3.6 %. Dunia Barat mengkonsumsi 50% sumber daya paling penting di abad ke 21; yakni minyak, padahal mereka memproduksi minyak kurang dari seperempatnya.
Semuanya berkaitan dengan Ekonomi
Negara maju dicirikan dengan industri konsumsinya, karena mereka terobsesi dengan konsumsi. Ekonomi diukur oleh kemampuan mereka untuk menghasilkan jumlah yang sama seperti periode tahun lalu dan Gross domestic product (GDP) telah menjadi alat dimana kemajuan dan kebahagiaan diukur. Pandangan Barat melihat kebutuhan mereka selalu naik dan karena dilakukannya teknik-teknik marketing yang baru maka dihasilkan sedemikian banyak kebutuhan-kebutuhan yang artificial selama bertahun-tahun. Pentingnya konsumsi untuk mengkonsumsi digaris bawahi oleh Richard Robbins dalam bukunya yang meraih penghargaan ‘global problem and the culture of capitalism (masalah global dan budaya kapitalisme),’ ‘beberapa hari setelah al Qaeda menabrakkan dua pesawatnya ke gedung WTC pada tanggal 11 September, para anggota kongres Amerika bertemu untuk merumuskan suatu pesan pada publik. “Kami harus memberi keyakinan pada masyarakat untuk kembali keluar dan bekerja, membeli barang, kembali berbelanja di toko-toko, bersiap menyambut thanksgiving day, bersiap menyambut Natal,” kata seorang anggota kongres, dengan meniru ucapan Presiden ‘keluarlah’ katanya ‘dan jadilah anggota masyarakat yang aktif’. (CNN 2001). ‘Kenyataan bahwa setelah salah satu kejadian yang paling mengejutkan dalam sejarah Amerika itu, para pejabat pemerintah mendorong penduduk untuk berbelanja dan bekerja adalah bukti yang cukup akan arti pentingnya konsumsi agar ekonomi kita bisa berjalan efektif dan termasuk juga untuk seluruh masyarakat.”
Konsumsi dan Konsumsi Lagi!
Pada masyarakat telah terjadi perubahan dari membeli apa yang diperlukan untuk bisa survive menjadi kebiasaan membeli dimana barang-barang mewah dirubah menjadi suatu keperluan hidup; hal ini terjadi terutama karena adanya pemasaran (marketing) dan iklan (advertising). Tujuan dari para pemasang iklan adalah untuk senantiasa menjadikan konsumen memiliki keinginan yang menggebu-gebu dan menciptakan nilai pada komoditas dengan memberinya daya tarik yang akan menjadikan orang memilikinya. Maka dilakukanlah kampanye secara nasional dimana selebritis digunakan untuk ikut menyokongnya. Para pengiklan, dengan bantuan perusahaan, senantiasa menciptakan kegelisahan pada orang untuk memiliki barang-barang yang ‘baru’ atau ‘up to date’. Memiliki barang-barang ‘modern’ telah menjadi keharusan dan ‘ketinggalan zaman’ digambarkan sebagai kegagalan dalam kehidupan. Inilah yang diciptakan oleh Kapitalisme untuk memastikan bahwa konsumen terus mengkonsumsi.
Keluarga inti dari Negara-negara Barat dengan hanya 2.4 anak dalam keluarga, selalu mengkonsumsi jauh lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan jumlah yang lebih kecil yang dikonsumsi oleh keluarga di Dunia Ketiga. Setelah Perang Dunia II, Departemen Perdagangan Amerika, yang bertindak atas tekanan karena ekonomi Amerika sangat terpengaruh oleh perang itu, mempromosikan pandangan atas rumah tangga yang lebih besar, dan bahkan dengan lebih banyak jumlah anak, untuk menaikkan penjualan banyak produknya agar dibeli di dalam negeri. Dikarenakan hal ini, Amerika dengan 6% populasi dunia, mengkonsumsi 25% sumber daya dunia. Ini adalah kenyataan yang sangat kontradiktif pada apa yang digembar-gemborkan oleh Amerika dalam kaitannya dengan “over” populasi.
Hal ini dikarenakan adanya kepentingan bisnis yakni untuk bisa mensuplai barang-barang mereka dan untuk mendorong berlanjutnya ekspansi ekonomi dan akumulasi uang mereka. Alasan mengapa Kapitalisme perlu untuk terus menerus tumbuh dan melakukan ekspansinya adalah agar perusahaan-perusahaan itu bisa mendapat keuntungan maka mereka perlu terus menjual sejumlah besar barang dan jasa mereka. Barang-barang tersebut memerlukan sumber daya yang secara alamiah ditemukan di dalam perut bumi seperti minyak tanah, gas, air dll. Hal ini memerlukan pencarian barang-barang mineral tersebut di Dunia Ketiga dimana sebagian besar mineral di dunia terdapat dan disinilah sebabnya kenapa dunia kekurangan makanan dan terjadi kemiskinan global. Kemajuan teknologi seharusnya memastikan lebih banyak barang yang diproduksi dengan harga yang lebih murah dari yang dijual oleh para pesaing barang itu. Teknologi terus berkembang untuk memproduksi barang-barang menjadi lebih cepat dan lebih murah dan pada saat yang sama memastikan bahwa konsumen selalu ingin membeli barang-barang itu. Karena sumber daya dunia adalah terbatas maka semakin banyak perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang semakin berkurang.
Akibatnya Negara-negara maju terus menyuapi Dunia Ketiga, sehingga kebijakan-kebijakan pemerintahan dipengaruhi oleh pencarian sumber daya yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan nasional yang seringkali disebut sebagai ‘kepentingan nasional’. Kebutuhan untuk senantiasa memproduksi lebih banyak, mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengeksploitasi Negara-negara yang memiliki sumber daya dan Dunia Ketiga ditipu dengan kesempatan bekerja. Banyaknya zona ekonomi di Asia Tenggara, dimana pekerjanya bekerja pada keadaan yang buruk dan memperoleh hanya beberapa dolar sehari merupakan bukti hal ini. Dalam zona-zona itu, perusahaan-perusahaan tidak diizinkan untuk menjual produk-produk tertentu di pasaran dimana barang-barang itu diproduksi tapi hanya diizinkan untuk memproduksi barang-barang yang bisa menghasilkan pekerjaan bagi ekonomi Negara pembuatnya.
Mengejar kepentingan
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, Amerika mulai mengembangkan kebijakan-kebijakan dalam negeri untuk melawan tantangan atas meningkatnya jumlah penduduk di Dunia Ketiga. Peningkatan penduduk di Negara-negara miskin mulai menjadi perhatian para pemerintahan Barat. Sebuah memorandum dari US National Security Study yang dibuat tahun 1974 oleh the National Security Council atas permintaan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, menyimpulkan bahwa ada empat tipe alasan yang menjadikan pertumbuhan ekonomi di Negara-negara miskin bisa menjadi ancaman bagi keamanan nasional AS.
1. Negara-negara dengan jumlah penduduk lebih besar punya pengaruh politik lebih besar
2. Negara-negara semacam itu akan lebih mampu untuk menolak akses bagi Barat atas sumber-sumber daya dan material itu
3. Meningkatnya jumlah kaum muda akan bisa menantang struktur kekuasaan global
4. Meningkatnya penduduk bisa merupakan ancaman bagi para investor Amerika di Negara-negara itu
Memorandum itu menyebutkan Negara-negara seperti India, Brazil, Thailand, Turki, Ethiopia dan Colombia sebagai Negara-negara yang mendapat perhatian atas hal ini.
Pandangan Islam
Gaya hidup yang boros dari Negara-negara maju maupun pola konsumsi yang mereka lakukan adalah penyebab yang sebenarnya atas meningkatnya pemakaian sumber-sumber daya dunia. Lagipula, konsumsi Negara-negara Barat telah menjadikan Dunia Ketiga terus berada dalam keadaan miskin. Pada saat yang sama, meningkatnya jumlah penduduk di Dunia Ketiga dipersalahkan sebagai penyebab kesengsaraan di dunia.
Pandangan Islam atas topic ini adalah bersandarkan sejumlah ayat-ayat dalam Al Quran:
1. Rizki adalah berasal dari Allah SWT dan Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk mencari pemenuhan lewat cara-cara yang halal. Diantara banyaknya ayat-ayat Nya, Allah telah merangkan dengan sangat jelas bahwa Dia adalah yang memberikan rizki atas seseorang:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu” [Al-Maidah:88]
“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki.” [Ar-Rum:40]
“Nafkahkanlah sebahagian dari reski yang diberikan Allah kepadamu” [Ya-sin:47]
“Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya … [Al-Imran:37]
Hal ini berarti semua kaum muslim harus berusaha dan mencari rizki yang telah disediakan buat mereka dan dan bagaimana usaha itu dilakukan adalah hal yang akan diperhitungkan di Hari Pembalasan. Seseorang akan mencari rizki itu dengan pemahaman apa yang akan dia dapatkan dari apa yang dia telah takdirkan untuknya dan tidak menjadikan hal ini sebagai tujuan utama kehidupannya. Seseorang juga harus bekerja berdasarkan keyakinan bahwa ada sumber daya mineral yang cukup di dunia ini bagi semua orang untuk hidup karena Allah telah sediakan itu buat semuanya:
uqèd “Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B ’Îû ÇÚö‘F{$# $YèŠÏJy_ §NèO #“uqtGó™$# ’n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y™ ;Nºuq»yJy™ 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” [Al-Baqarah:29]
“Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” [Luqman:20]
“Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 uÚö‘F{$# $V©ºt�Ïù uä!$yJ¡¡9$#ur [ä!$oYÎ/ tAt“Rr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt�÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºt�yJ¨V9$# $]%ø—Í‘ öNä3©9 ( Ÿxsù (#qè=yèøgrB ¬! #YŠ#y‰Rr& öNçFRr&ur šcqßJn=÷ès? ÇËËÈ
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu.” [Al-Baqarah:22]
Ini dikarenakan Allah SWT telah menciptakan semua mineral dan sumber daya yang diperlukan bagi seseorang untuk menopang hidupnya, dan menyuruh manusia untuk bekerja dan membuat barang-barang atau bekerja pada pertanian.
2. Islam mendorong orang untuk membelanjakan yang halal tapi melarang berlebih-lebihan dalam belanja.
Islam memandang belanja berlebih-lebihan sebagai hal yang hal yang sia-sia, Allah SWT berfirman
ÏN#uäur #sŒ 4’n1ö�à)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# Ÿwur ö‘Éj‹t7è? #·�ƒÉ‹ö7s? ÇËÏÈ ¨bÎ) tûïÍ‘Éj‹t6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u‹¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø‹¤±9$# ¾ÏmÎn/t�Ï9 #Y‘qàÿx. ÇËÐÈ
“dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. [Al-Isra: 26-27]
3. Pada saat yang sama Allah SWT memerintahkan seseorang untuk membelanjakan sesuatu pada barang-barang yang halal, Allah SWt berfirman:
“Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” [Al-A'raf: 32]
Nabi Muhamma SAW bersabda : “Allah suka melihat tanda-tanda kemurahan yang diberikan-Nya pada hamba-hamba Nya,” diriwayatkan oleh At-Tarmizi.
Nabi Muhammad SAW juga bersabda:”Jika Allah memberimu harta, biarkan Dia melihat tanda-tanda karunia Nya padamu.” Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari ayah Abu-Ahwas.
Jika seseorang memiliki harta dan berlaku kikir ketika membelanjakan untuk dirinya sendiri, maka dia berdosa dalam pandangan Allah. Hal ini juga mencakup pada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Islam memerintahkan Khalifah untuk menyediakan kebutuhan dasar dari penduduknya. Islam menganggap kemiskinan sebagai masalah siapapun di Negara manapun dan pada generasi kapanpun. Kebutuhan dasar dalam Islam didefinisikan atas tiga hal yakni makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kemiskinan dalam pandangan Islam adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar itu secara lengkap. Allah berfirman:
“dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma’ruf.” [Al-Baqarah 233]Dan Dia berfirman: “Tempatkanlah mereka di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu” [At-Talaq: 6]
Islam menjadikan pemenuhan dan penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar itu suatu hak bagi seseorang yang tidak mampu memperolehnya. Khalifah akan mengembangkan proyek-proyek dan memberikan kontrak-kontrak untuk memastikan ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan atas tiap individu. Khalifah juga memiliki kebijakan pertanian dan memberikan orang-orang yang tidak punya pekerjaan sebidang tanah secara gratis untuk dikembangkan.
5. Sebagian besar perhatian ekonomi Islam akan dicurahkan untuk memastikan adanya distribusi kekayaan yang merata. Islam mengakui adanya perbedaan dalam kemampuan dan kekuatan orang dan tidak menyerahkan seluruhnya pada hukum permintaan dan penawaran (supply dan demand). Islam membolehkan intervensi Negara dalam hal ekonomi untuk membawa keseimbangan di pasar.
Hal ini bisa dipahami dari ayat “Supaya harta (yakni kekayaan Negara) jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. [Al-Hashr: 7]
Ayat ini mengamanatkan pada Amir (kepala negara) untuk memastikan bahwa kekayaan janganlah hanya beredar diantara orang-orang kaya saja.
6. Islam membiayai kebutuhan dasar seluruh penduduknya dengan mendisain cara yang dianggap perlu dilakukan bagi penduduk, karena ketiadaanya akan membuat orang akan mencarinya dimana saja, yakni suatu asset yang sukar diperoleh dan untuk memanfaatkannya memerlukan pengilangan, seperti atas barang-barang milik umum. Hal ini berarti berdasarkan kegunaannya barang itu harus dimiliki secara umum dan hasil yang dikeluarkannya harus diatur untuk keuntungan semua rakyat. Hal ini diungkapkan dalam hadis Nabi SAW “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal : air, padang rumput dan api”. Walaupun hadis hanya menyebutkan tiga hal, kita dapat melakukan qiyas (analogi) dan memperluas hal ini untuk meliputi semua keperluan masyarakat. Karena itu sumber-sumber air, kayu bakar di hutan, padang rumput untuk hewan gembala, dan semacamnya adalah harta milik umum sebagaimana juga mesjid, sekolah-sekolah negeri (tidak termasuk sekolah-sekolah swasta), rumah sakit, ladang-ladang minyak, pembangkit-pembangkit listrik, laut, danau, kanal untuk umum, teluk, selat, bendungan, dsb.
7. Selain harta milik umum, Islam menetapkan sejumlah aturan untuk memastikan terus beredarnya harta dan dalam beberapa hal mengenakan pajak pada orang-orang yang menimbun harta. Secara keseluruhan, Islam memiliki seperangkat aturan yang membatasi penumpukkan kekayaan dan menganjurkan pembelanjaan sambil memastikan distribusi kekayaan.
Seharusnya menjadi sangat jelas bahwa masalah ketidak seimbangan global adalah terletak pada kebijakan-kebijakan Negara-negara Barat. Sementara Negara-negara Dunia Ketiga tenggelam dalam kemiskinan, pemerintahan di Negara-negara maju menyalahkan sebab kesengsaran itu pada korban yang mereka ciptakan. Khilafah memiliki catatan yang baik sebagai pihak yang bisa menjaga urusan penduduknya dan memiliki sejumlah kebijakan yang tidak hanya memastikan semua penduduknya terpenuhi tapi juga menempatkan hal ini pada agenda global dengan mengungkap yang dilakukan Barat dan mengakhiri kebijakan-kebijakan eksploitatif dari Kapitalisme.
Pembahasan teori perkembangan dalam perspektif islam
Pendekatan Empiris
Thomas Robert Malthus (1766-1834) merupakan salah satu ahli ekonomi klasik yang populer akibat ramalannya yang mengatakan bahwa di masa depan kehidupan akan diwarnai oleh kekurangan pangan atau ketimpangan ekonomi. Hal tersebut didasari oleh pernyataan Malthus, penduduk berkembang dengan laju seperti deret ukur sementara produksi pangan hanya berkembang mengikuti deret hitung. Malthus juga dikenal sebagai ahli ekonomi yang pesimis karena menurut perspektifnya mengenai kelangkaan disebabkan karena adanya non-renewable resources limit. Ramalan Malthus pada hakekatnya muncul akibat tiga hal, yaitu: pertama, Inggris yang sebelum tahun 1799 mengalami swasembada dalam pangan, mulai tahun 1799 justru mengimpor pangan, sehingga harga pangan di Inggris meningkat sejak tahun 1799. Kedua, dalam masa hidupnya, Malthus mengamati peningkatan jumlah kemiskinan pada kelompok masyarakat yang memiliki pendapatan rendah, dan ketiga, Malthus terkesan pada ide tokoh anarkisme, William Goldwin, yang mengatakan bahwa karakter manusia bukan merupakan hasil turunan melainkan karena pengaruh lingkungan.
Pada dasarnya, Malthus berfokus pada masalah ketimpangan. Ketimpangan disini diartikan sebagai ketidakstabilan dalam ekonomi, khususnya dalam masalah distribusi pendapatan. Angapan dasar dari teori seleksi alam adalah bahwa terdapat persaingan sengit untuk mempertahankan kelangsungan hidup di alam, dan setiap makhluk hidup hanya mempedulikan dirinya sendiri, demikian teori Darwin. Pada saat Darwin mengajukan teori ini, pemikiran Thomas Malthus, seorang ahli ekonomi terkenal Inggris, berpengaruh penting pada dirinya. Malthus menyatakan bahwa manusia tak terhindarkan dari persaingan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ia mendasari pandangannya pada kenyataan bahwa populasi, yang berarti pula kebutuhan akan sumber makanan, bertambah menurut deret ukur, sementara sumber makanan itu sendiri bertambah menurut deret hitung. Alhasil, ukuran populasi mau tak mau akan dibatasi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti kelaparan dan penyakit. Darwin menerapkan pandangan Malthus tentang persaingan sengit untuk kelangsungan hidup antar manusia ini pada alam kehidupan secara luas, dan menyatakan bahwa seleksi alam adalah sebuah akibat dari persaingan ini. Namun, penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa tidak terdapat persaingan untuk hidup di alam sebagaimana Darwin rumuskan. Sebagai hasil dari penelitian menyeluruh terhadap kelompok-kelompok hewan pada tahun 1960-an hingga 1970-an, V. C. Wynne-Edwards, seorang ahli ilmu hewan Inggris, menyimpulkan bahwa makhluk hidup menyeimbangkan populasi mereka melalui suatu cara yang menarik, yang mencegah persaingan untuk memperoleh makanan. Kelompok-kelompok hewan secara sederhana mengatur populasi mereka berdasarkan ketersediaan jumlah makanan mereka. Populasi diatur tidak melalui penyingkiran yang lemah melalui hal-hal seperti wabah penyakit atau kelaparan, tetapi oleh sebuah mekanisme pengatur naluriah. Dengan kata lain, hewan mengatur jumlah mereka tidak dengan persaingan sengit, sebagaimana dikemukakan Darwin. Tetapi dengan membatasi perkembangbiakan, demikian menurut Malthus. Dari segi tinjauan fakta, teori malthus batil karena tidak sesuai dengan kenyataan. Produksi pangan dunia bukan kurang, melainkan cukup. Bahkan lebih dari cukup untuk memberi makan seluruh populasi manusia di dunia. Pada bulan Mei 1990, FAO (Food and Agricultural Organization) mengumumkan hasil studinya, bahwa produksi pangan dunia ternyata mengalami surplus 10% untuk dapat mencukupi seluruh populasi penduduk dunia. Teori Malthus juga harus ditolak dari segi politik dan ekonomi global. Karena ketidakcukupan barang dan jasa bukan disebabkan jumlah populasi yang terlalu banyak, atau kurangnya produksi pangan, melainkan lebih disebabkan adanya ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa. Ini karena pemaksaan ideologi kapitalisme oleh barat (negara-negara penjajah) atas dunia ketiga, termasuk dunia Islam. Sebanyak 80% barang dan jasa dunia dinikmati oleh negara-negara kapitalis yang jumlah penduduknya hanya sekitar 25 % penduduk dunia. Adanya sistem ekonomi kapitalisme global yang mencengkeram dunia, menjadikan dunia ekonomi hanya terbagi dua dan semakin menguatkan warna keduanya, yaitu yang kaya semakin kaya dan semakin sedikit dan yang miskin semakin miskin dan semakin banyak. Adanya perbankan dan pasar modal merupakan alat bantu untuk semakin menguatkan terwujudnya dua wajah tersebut. Karena dengan perbankan, para pengusaha besar akan dapat dengan mudah mendapatkan modal tambahan untuk bisa melebarkan sayapnya dan mengalahkan pesaing-pesaingnya, sedangkan pengusaha kecil akan sulit mendapatkan modal tersebut karena syarat-syarat yang ditetapkan perbankan. Walaupun seandainya pengusaha kecil itu mendapatkan modal tambahan dari perbankan, tetap saja akan kalah dalam bersaing dengan pengusaha-pengusaha yang memiliki lebih besar. Demikian juga pasar modal yang memiliki fungsi yang sama dengan perbankan. Sehingga menurut dialektika Karl Marx, suatu saat pengusaha kecil akan menjadi pekerja pengusaha yang menang bersaing. Bertambahnya jumlah penduduk, terutama yang tergolong dalam penduduk miskin akan memicu prediksi Malthus bahwa akan terjadi bencana besar yang akan diselesaikan secara alamiah, antara lain akan terjadi perang (kehidupan yang semakin keras disebabkan terlalu banyak manusia), epidemi, kekurangan pangan, dan sebagainya. Makanya menurut Malthus, untuk menghindari hal tersebut harus ada yang namanya pengendalian pertumbuhan jumlah penduduk. Dari hal tersebut terlihat bahwa solusi yang dikeluarkan oleh Malthus sebenarnya dilatarbelakangi oleh pola pikir sistem ekonomi yang ada pada masanya yang mengekor pada Adam Smith (1729-1790) yang memiliki sistem ekonomi Laissez faire laissez passer atau dalam bahasa inggris dikenal dengan Let us alone. Maka wajarlah apabila terjadi kekacauan distribusi pangan yang membuat Malthus berpikiran seperti itu. Karena memang kekacauan distribusi pangan merupakan sesuatu yang inheren dengan sistem tersebut. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang sempurna tanpa cacat karena lahir dari aqidah Islam yang sempurna berasal dari Allah sang Khalik. Contohnya dimasa para khalifah yang lurus Umar bin Khattab, Umar bin Abdul Aziz, Harun al-Rasyid dimana tidak pernah ada cerita pengendalian pertumbuhan penduduk akibat prediksi kekurangan pangan, yang ada justru kejayaan ekonomi walaupun dengan anjuran memperbanyak jumlah kaum muslim. Sebagai contoh apabila sistem ekonomi Islam diterapkan, Pada tahun kedua masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Umar bin Abdul Aziz menerima kelebihan uang Baitul Mal secara berlimpah dari gubernur Irak. Beliau lalu mengirim surat kepada gubernur tersebut,“Telitilah, barang siapa berutang, tidak berlebih-lebihan dan foya-foya, maka bayarlah utangnya”. Kemudian, gubernur itu mengirim jawaban kepada beliau,“Sesungguhnya aku telah melunasi utang orang-orang yang mempunyai tanggungan utang, sehingga tidak ada seorang pun di Irak yang masih mempunyai utang, maka apa yang harus aku perbuat terhadap sisa harta ini?” Umar bin Abdul Aziz mengirimkan jawaban, “Lihatlah setiap jejaka yang belum menikah, sedangkan dia menginginkan menikah, kawinkanlah dia dan bayar mas kawinnya”. Gubernur itu mengirimkan berita lagi bahwa dia sudah melaksanakan semua perintahnya, tetapi harta masih juga tersisa. Selanjutnya, Umar bin Abdul Aziz mengirimkan surat lagi kepadanya, “Lihatlah orang-orang Ahlu adz-Dzimmah yang tidak mempunyai biaya untuk menanami tanahnya, berilah dia apa-apa yang dapat menyejahterakannya.” Dalam kesempatan lain, Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pegawainya untuk berseru setiap hari di kerumunan khalayak ramai, untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. “Wahai manusia! Adakah di antara kalian orang-orang yang miskin? Siapakah yang ingin kawin? Ke manakah anak-anak yatim?” Ternyata, tidak seorang pun datang memenuhi seruantersebut. Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ini, tidak hanya diberikan kepada kaum muslim, tetapi juga kepada orang nonmuslim. Dalam hal ini, orang-orang nonmuslim yang menjadi warga negara Daulah Khilafah, mempunyai hak yang sama dengan orang muslim, tanpa ada perbedaan. Sebagai contoh, dalam akad dzimmah yang ditulis oleh Khalid bin Walid untuk menduduk Hirah di Irak yang beragama Nasrani, disebutkan: “Saya tetapkan bagi mereka, orang yang lanjut usia yang sudah tidak mampu bekerja atau ditimpa suatu penyakit, atau tadinya kaya, kemudian jatuh miskin, sehingga teman-temannya dan para penganut agamanya memberi sedekah; maka saya membebaskannya dari kewajiban membayar jizyah. Untuk selanjutnya dia beserta keluarga yang menjadi tanggungannya, menjadi tanggungan Baitul Mal kaum muslim.” Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq r.a.
Umar bin Khattab r.a. pernah menjumpai seorang Yahudi tua yang sedang mengemis. Ketika ditanyakan kepadanya, ternyata usia tua dan kebutuhan telah mendesaknya untuk berbuat demikian. Umar segera membawanya kepada bendahara Baitul Mal dan memerintahkan agar ditetapkan bagi orang itu, dan orang-orang seperti dia, sejumlah uang dari Baitul Mal yang cukup baginya dan dapat memperbaiki keadaannya. Umar berkata, “Kita telah bertindak tidak adil terhadapnya, menerima pembayaran jizyah darinya kala dia masih muda, kemudian menelantarkannya kala dia sudah lanjut usia.”
Pendekatan Normatif
Melalui pendekatan normatif, setidaknya ada tiga hukum yang perlu diputuskan, yaitu KB yang menjadi program pemerintah, KB yang dilakukan individu secara permanen dan KB yang dilakukan individu secara temporer. Untuk KB yang menjadi program pemerintah, maka hukumnya haram, dan tidak dibenarkan secara syara’ karena bertentangan dengan aqidah Islam, yakni ayat-ayat yang menjelaskan jaminan rezeqi dari Allah untuk seluruh mahluknya. Allah Swt berfirman:
رِزْقُهَا اللهِ عَلَى اْإِلاَّ لأَرْضِ فِي دَابَّةٍ مِنْ مَا وَ “Dan tidak ada satu makhluk melata pun di bumi ini kecuali Allah-lah yang menanggung rizkinya.” (QS. Hud: 6) “Berapa banyak hewan yang tidak dapat membawa (mengurus) sendiri rizkinya tapi Allah lah yang memberikan rizkinya dan juga memberikan rizki kepada kalian.” (QS. Al-Ankabut: 60) “Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberikan rezeki” (QS ar-Ruum : 40).
Dalam usaha untuk mencegah kehamilan secara individu, setidaknya ada dua cara untuk melakukannya, yakni, Pertama: Mencegah kehamilan secara permanen (sterilisasi), seperti vasektomi atau tubektomi hukumnya haram. Hal ini tidak diperbolehkan karena akan memutus kehamilan sehingga mempersedikit keturunan. Ini bertentangan dengan tujuan syariat memperbanyak jumlah umat Islam.
Ma’qil bin Yasar radhiallahu ‘anhu berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata: “Sesungguhnya aku mendapatkan seorang wanita cantik dan memiliki kedudukan, namun ia tidak dapat melahirkan anak, apakah boleh aku menikahinya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak boleh.” Orang itu datang lagi kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutarakan keinginan yang sama, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarangnya. Kemudian ketika ia datang untuk ketiga kalinya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur (dapat melahirkan anak yang banyak) karena sesungguhnya aku berbangga-bangga dengan banyaknya kalian di hadapan umat-umat yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 2050, dishahihkan Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad 2/211) Selain itu juga Nabi SAW telah melarang pengebirian sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen pada saat itu (muttafaq ‘alaih, dari Sa’ad bin Abi Waqash). Ummu Sulaim, ibu Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, ini Anas pelayanmu, mohonkanlah kepada Allah kebaikan untuknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Ya Allah, banyakkanlah harta dan anaknya. Dan berkahilah dia atas apa yang Engkau berikan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari no. 6378 dan Muslim no. 1499) Kedua: Mencegah kehamilan dalam jangka waktu tertentu (temporer). Seperti bila si wanita banyak hamil sedangkan hamil akan melemahkannya, dan dia ingin mengatur kehamilan setiap dua tahun sekali atau semacamnya. Hal yang seperti ini diperbolehkan, dengan syarat tidak memadharatkan si wanita. Dalilnya, para shahabat dahulu melakukan ‘azal (coitus intereptus) terhadap istri-istri mereka pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tujuan agar istri-istri mereka tidak hamil. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang hal itu.” (Risalah fid Dima’ Ath-Thibi’iyyah lin Nisa`, hal. 44) Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma berkata:
“Kami melakukan ‘azal sementara Al-Qur`an (wahyu) masih turun (belum berhenti terus tersampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ).”
Kesimpulan
Menekan laju pertumbuhan penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB) hukumnya haram karena bertentangan dengan aqidah Islam yang menyuruh untuk memperbanyak jumlah kaum muslim dan karena setiap jiwa sudah ditanggung oleh Allah atas setiap rezekinya, selain dari itu, asumsi Malthus pun bertentangan dengan fakta. Dan dapat diduga bahwa program KB yang digembar-gemborkan merupakan alat imperialis kafir barat dalam melemahkan kaum muslim agar kaum muslim menyedikitkan jumlahnya.
Dalam berita terkini mengungkapkan bahwa agama Islam telah melebihi paham Katolik Roma sebagai agama dunia paling besar, seperti yang dikatakan surat kabar Vatikan Minggu-minggu lalu. “Untuk pertama kali sepanjang sejarah, kita tidak lagi berada di puncak: Orang-orang Muslim telah mengambil alih posisi kita” kata Monsignor Vittorio Formenti dalam satu wawancara dengan surat kabar Vatican L’Osservatore Romano. Formenti menyusun buku tahunan Vatikan. Dia mengatakan jumlah umat Katolik sekitar 17.4 persen dari populasi dunia — satu prosentase yang stabil — sementara jumlah umat Islam sekitar 19.2 persen.
“Fakta itu benar, bahwa sementara keluarga Muslim terus membuat banyak anak, Kebalikannya orang-orang Kristen cenderung mempunyai lebih sedikit anak dan terus makin sedikit,” kata pendeta Katolik Roma itu.Formenti mengatakan bahwa data itu mengacu pada 2006. Data atas umat Islam dikumpulkan oleh negara-negara muslim dan diberikan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dia mengatakan bahwa Vatikan hanya mengandalkan datanya sendiri. Namun bila mempertimbangkan semua orang Kristen dan tidak hanya Katolik, Jumlah Umat Kristen 33 persen dari seluruh populasi dunia, kata Formenti.
Daftar Pustaka
Associated Press/Jumlah Umat Islam Lebih Banyak Dari Umat Katolik!.
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005.
Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., Ekonomi, terj.Jilid II, Erlangga, Jakarta, 1992.
Shiddiq Al-Jawi, Muhammad, Hukum KB, Soal Tanya jawab, Tidak diterbitkan
www.liputan6.com/08/04/2008/Keluarga berencana/Halimah lahirkan anak ke-21.
www.liputan6.com/01/01/2007 08:27/Keluarga Berencana/KB Belum Berhasil Menekan Pertumbuhan Penduduk.
www.hizbut-tahrir.or.id/123/PU/E/12/07/Selamatkan Indonesia Dengan Syariah Menuju Indonesia Lebih Baik/Refleksi Akhir Tahun 2007.
’Ummu Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran, Al-Ustadzah, Hukum Alat Kontrasepsi Untuk Mencegah Kehamilan/www.asysyariah.com/print.php?id_online=344).
Yahya, Harun, Darwinisme terbantahkan: Bagaimana Teori Evolusi Runtuh Di Hadapan Ilmu Pengetahuan Modern.
Wednesday, 18 November 2009
Politik Pertumbuhan Penduduk dan Solusi Islami
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment